satuindonesia.co.id, Jakarta – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan eks Wamenkumham, Edward Hiariej, atas status tersangka kasus dugaan korupsi yang ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengadilan, melalui hakim tunggal Estiono memutuskan bahwa penetapan status tersangka Eddy oleh KPK tidak sah. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa alasan pembatalan status tersangka itu dikarenakan kurangnya alat bukti.
“Menimbang, bahwa hakim tidak sependapat dengan ahli yang diajukan termohon, karena yang menjadi pokok persoalan adalah apakah penetapan tersangka memenuhi minimum 2 alat bukti,” ujar hakim tunggal Estiono saat membacakan putusannya di PN Jakarta Selatan, Selasa (30/1/2024), mengutip Kumparan.com.
Sebelumnya, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terkait Eddy Hiariej pada 24 November 2023 lalu. Lalu, Eddy Hiariej dkk menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 27 November 2023.
Kemudian, hakim mempertimbangkan bukti yang disampaikan KPK pada sidang praperadilan. Berupa pemeriksaan saksi Berita acara Pemeriksaan saksi atas nama Thomas Azali tanggal 30 November 2023, berita acara Pemeriksaan saksi atas nama Helmut Hermawan tanggal 14 Desember 2023.
“Ternyata pelaksanaannya setelah Penetapan Tersangka oleh Termohon terhadap Pemohon,” kata Hakim.
Selain itu, ada juga berita acara penyitaan dokumen yang disita dari Anita Zizlavsky oleh KPK pada tanggal 30 November 2023
“Menimbang, bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap pemohon tidak memenuhi minimum 2 alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, maka hakim sampai kepada kesimpulan tindakan termohon yang telah menetapkan pemohon sebagai tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum,” sambubg Estiono.
Padahal sebelumnya, Eddy sempat menarik gugatan praperadilannya. Lantas, ia kembali mengajukan kembali gugatan praperadilannya yang meminta status tersangkanya dinyatakan tidak sah.
Eddy dijerat bersama dua anak buahnya menerima suap yang nilainya hingga Rp 8 miliar. Uang tersebut diterima dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, yang kini sudah ditahan KPK.
Penerimaan itu untuk pengurusan administrasi di Kementerian Hukum dan HAM hingga janji pemberian SP3 kasus di Bareskrim.