satuindonesia.co.id, Jakarta – Pada peringatan Hari Stroke Sedunia, Kemenkes melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mengadakan media briefing dengan tema nasional “Ayo Melangkah Kalahkan Stroke Mulai dari Diri Sendiri” yang dilaksanakan pada Jum’at (25/10/2024).
Peringatan Hari Stroke ini menjadi momentum untuk mengampanyekan pentingnya aktivitas fisik sebagai langkah pencegahan risiko stroke kepada masyarakat.
Stroke merupakan penyakit yang mengancam jiwa karena apabila terjadi serangan stroke, setiap menit sebanyak 1,9 juta sel otak dapat mati. Stroke merupakan penyebab utama disabilitas dan kematian nomor dua di dunia.
Di Indonesia, stroke menjadi penyebab utama kecacatan dan kematian, yakni sebesar 11,2% dari total kecacatan dan 18,5% dari total kematian.
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 per 1.000 penduduk. Stroke juga merupakan salah satu penyakit katastropik dengan pembiayaan tertinggi ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, yaitu mencapai Rp5,2 triliun pada 2023.
Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) dr. Yudhi Pramono dalam sambutannya pada kegiatan media briefing Hari Stroke Sedunia pada Jum’at (25/10/2024) mengatakan 90% penyakit stroke dapat dicegah.
Pencegahan tersebut, katanya, dilakukan melalui pengendalian faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dislipidemia, gangguan jantung, kurangnya aktivitas fisik, diet atau pola makan yang tidak sehat, stress, serta mengkonsumsi alkohol.
“Ini sangat disayangkan, yah, karena 90% stroke itu dapat dicegah melalui pengendalian faktor risikonya,” katanya, dikutip Selasa (29/10/2024).
dr. Yudhi juga menyampaikan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan selama minimal 30 menit dan 5 kali dalam seminggu dapat menurunkan faktor risiko stroke sebesar 25%. Selain itu, aktivitas fisik juga membantu menjaga berat badan ideal, mengontrol tekanan darah, dan meningkatkan kesehatan jantung.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah berupaya meningkatkan deteksi dini dislipidemia pada pasien diabetes melitus dan hipertensi sebagai upaya pencegahan stroke, dengan target pada 2024 sebesar 90% atau sekitar 10,5 juta penduduk. Namun, saat ini capaian deteksi dini stroke baru mencapai sekitar 11,3% dari target.
Diperlukan upaya yang lebih masif dengan melibatkan berbagai pihak, baik dari pemerintah, akademisi, organisasi profesi, sektor swasta, maupun masyarakat, untuk meningkatkan capaian deteksi dini stroke sebagai upaya menurunkan risiko stroke di Indonesia.
Perwakilan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO) dr. Elina Widiastuti menyampaikan, aktivitas fisik sangat baik untuk pencegahan stroke. Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu dari lima faktor risiko utama stroke.
Lebih lanjut, dr. Elina menjelaskan, aktivitas fisik memiliki banyak manfaat, di antaranya meningkatkan fungsi jantung, pembuluh darah, dan pernapasan, menurunkan risiko kardiovaskular, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas.
“Salah satu penyebab dari stroke ada faktor stress dan ternyata latihan fisik atau berolahraga dengan rutin itu ternyata dapat menurunkan kecemasan dan depresi. Selain itu, juga dapat meningkatkan fungsi kognitif, meningkatkan performa kerja, dan pada orang tua sangat penting sekali untuk menurunkan risiko jatuh dan cedera, dan juga merupakan terapi efektif pada beberapa penyakit kronis terutama pada pasien lanjut usia,” kata dr. Elina yang juga merupakan narasumber pada kegiatan media briefing tersebut.
Dr. Dodik Tugasworo selaku perwakilan dari Perhimpunan Dokter Neurologi Seluruh Indonesia (Perdosni) menyampaikan, stroke bukan lagi penyakit yang hanya menyerang usia lanjut, tetapi juga mulai menyerang usia produktif. Berdasarkan data global DALY tahun 2019, distribusi kelompok usia yang terkena stroke mencakup usia di bawah 15 tahun.
“Kalau kita lihat dari 18 penyakit neurologi, stroke itu ternyata menduduki tempat yang cukup banyak dan tidak hanya pada usia lanjut saja, tetapi dia juga ada sejak berusia 10 tahun sampai yang memang paling banyak antara di usia-usia 45-80 tahun,” kata Dr. Dodik.
Dia melanjutkan, ketika seseorang mengalami stroke, ia akan lebih rentan terhadap penyakit lainnya, seperti hipertensi yang dianggap sebagai cikal bakal stroke, penyakit jantung karena berhubungan dengan darah, dan diabetes yang dapat mempengaruhi hormon insulin yang digunakan untuk mengontrol gula darah.
Dr. Dodik juga menyampaikan tanda dan gejala stroke yang dikenal dengan slogan SeGeRa Ke RS: Senyum tidak simetris, Gerak tubuh melemah secara tiba-tiba, Bicara pelo, Kebas atau kesemutan pada separuh tubuh, Rabun pada salah satu mata, serta Sakit kepala hebat atau sakit kepala berputar yang muncul tiba-tiba.
“Biasa kita dengar slogan Kementerian Kesehatan, yaitu SeGeRa Ke RS. Nah, ini singkatannya,” ujar Dr. Dodik.
Pencegahan stroke dapat dilakukan dengan menerapkan 3O + 1D dan CERDIK. Pencegahan 3O + 1D meliputi Olahraga, Olah seni, Olah jiwa, dan Diet. Sementara itu, CERDIK adalah Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres.
Untuk menurunkan risiko stroke, Kemenkes telah melakukan transformasi kesehatan, mulai dari layanan primer hingga teknologi kesehatan. Untuk penguatan layanan primer, dilakukan integrasi layanan yang mencakup deteksi dini stroke.
Dalam transformasi layanan rujukan, jaringan rumah sakit yang melayani pasien stroke telah dilengkapi dengan sarana dan tenaga kesehatan yang memadai. Saat ini, Kemenkes juga sedang mengembangkan stroke registry sebagai basis bukti untuk kebijakan terkait struktur pada masa mendatang.
Redaksi