satuindonesia.co.id, Jakarta – Pasca terbitnya Keppres Nomor 73P tentang pemberhentian dengan tidak hormat saudara Hasyim Asy’ari sebagai Ketua dan Anggota KPU RI pada Selasa (9/7/2024) lalu.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menanggapi Keppres tersebut melalui Wakil Ketua Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi pada Kamis (11/7/2024).
Dia menyatakan, Keppres tersebut diharapkan menjadi momentum bagi Pemerintah untuk memperkuat kembali komitmen dalam memerangi tindak kekerasan seksual yang merendahkan dan mendiskriminasi hak-hak Perempuan sebagai korban serta memberikan jaminan keadilan bagi korban.
Keppres tersebut diharapkan menjadi pengingat bagi setiap pejabat publik, baik yang dipilih melalui proses pemilu maupun yang diangkat dengan keputusan politik, bahwa dalam menjalankan wewenang, tugas dan tanggung jawabnya, mereka memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi setiap warga negara, terutama hak-hak kaum Perempuan,” ujarnya, dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (11/7/2024).
Pramono menegaskan, dengan adanya Keppres ini, seharusnya tidak ada lagi toleransi dan impunitas bagi siapapun pejabat publik yang terbukti melakukan tindak kekerasan seksual yang merendahkan harkat dan martabat perempuan,” tegasnya.
Untuk itu, “Komnas HAM mendesak Lembaga Penyelenggara Pemilu, baik KPU, Bawaslu dan DKPP, untuk segera mengimplementasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan menyusun komitmen kebijakan untuk melakukan pencegahan tindak pidana kekerasan seksual di masing-masing Lembaga dan dituangkan dalam bentuk Peraturan KPU, Peraturan Bawaslu, dan Peraturan DKPP,” pintanya.
Lembaganya, meminta KPU membentuk Satuan Tugas (Satgas) di masing-masing Lembaga Penyelenggara Pemilu, untuk melaksanakan fungsi pencegahan serta penanganan tindak pidana kekerasan seksual, sehingga KPU, Bawaslu dan DKPP sebagai bagian dari institusi demokrasi menjadi ruang yang aman dan bebas bagi perempuan untuk menjalankan seluruh aktivitasnya.
“Melakukan evaluasi secara menyeluruh, baik terkait dengan regulasi, kebijakan maupun perilaku, untuk memperkuat kembali komitmen pemenuhan hak-hak politik Perempuan, terutama terkait dengan keterwakilan Perempuan dalam kepengurusan partai politik, dalam proses pencalonan DPR/DPRD, serta dalam komposisi KPU/Bawaslu di Tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota,” pungkasnya.
Redaksi