satuindonesia.co.id, Paser – Persoalan pengaduan dugaan pemalsuan tandatangan yang menimpa ibu Jamiah, warga Desa Pait, kecamatan Long Ikis, kabupaten Paser, Kaltim, sejauh ini belum diketahui lebih lanjut perkembangannya.
Pengaduan itu disampaikan M Erhansyah (anak kandung ibu Jamiah) ke SPKT Polres Paser pada Oktober tahun lalu. Kendati begitu, dirinya baru dimintai keterangan sehubungan dengan pengaduannya itu pada Selasa (19/3/2024).
“Iya, saya sudah memberikan klarifikasi,” katanya singkat.
Dirinya melaporkan pemalsuan tandatangan, jelas Erhan, setelah dua tahun belakangan ini melalui mediasi di tingkat desa Pait hingga ke tingkat kecamatan Long Ikis, kabupaten Paser. Namun, persoalannya itu tak kunjung ada titik terang.
“Ibu saya kan buta huruf, jadi kalau tandatangan pakai cap jempol. Dan sepengetahuan saya dari cerita Ibu Jamiah, beliau tidak pernah menandatangani surat segel dan pernyataan persetujuan itu,” tambah dia.
Sementara itu, tim Kuasa Hukum M. Erhansyah, Muchtar Amar bersama-sama Dina Anggraini dan Asfiani Rachman mengatakan, untuk mengetahui secara resmi perkembangan pengaduan pemalsuan tandatangan itu, mereka telah melayangkan surat terbuka permohonan SP2HP ke Polres Paser pada Senin (1/4/2024).
“Idealnya kan menurut hukum, atas pengaduan masyarakat itu ditindaklanjuti oleh penyelidik, dan hasil penyelidikan itu diberitahukan kepada pengadu sejauh apa perkembangannya,” ujar Gultom sapaan akrab Asfiani Rachman.
Selain itu, Muchtar menambahkan, menurut prinsip audi alteram et pattern dan equality before the law, para pihak (pengadu dan teradu) perlu dimintai keterangan sejauh apa surat segel pernyataan pelepasan hak dan surat pernyataan persetujuan itu diperoleh.
“Setiap warga negara kan setara dimata hukum, kemudian para pihak harus didengar secara proporsional keterangannya. Termasuk pihak-pihak yang ada relevansinya dengan peristiwa yang diadukan itu, jika ada hubungannya ya harus digali agar terang dan sehingga keresahan-keresahan pihak terkait atas persoalan itu cepat terjawab dan terurai tuntas,” jelas Muchtar.
Dengan demikian, lanjut Muchtar, SP2HP itu menjadi hak pengadu dan kewajiban penyelidik tentunya.
“Karena pengaduan klien kami kan sudah sejak Oktober tahun lalu, jadi lumrah saja dipertanyakan perkembangan. Dan untuk memastikan aduan itu berjalan sebagaimana mestinya, tentu bidang Propam Polda Kaltim memiliki kewenangan,” tandasnya.
Untuk itu, sambung dia “Insya Allah besok kami akan mendampingi laporan klien kami ke Propam Polda Kaltim,” pungkasnya.
Redaksi
(MH/HL)