satuindonesia.co.id, Sendai – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menghadiri pertemuan Seventeenth Meeting of the Working Group on Tsunamis and Other Hazards related to Sea Level Warning and Mitigation Systems (TOWS-WG) di Tohoku University, Sendai, Jepang, pada 22-23 Februari 2024.
Melansir dari BMKG, Kepala BMKG itu hadir di acara tersebut sebagai Ketua Intergovernmental Coordination Group for the Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System (ICG/IOTWS).
Tak hanya perwakilan dari ICG/IOTWS yang hadir, pertemuan tersebut juga turut dihadiri oleh seluruh ketua Working Group ICG dari Kawasan Samudra lainnya, yakni North-eastern Atlantic and Mediterranean (NEAMTWS), Caribbean and Adjacent Regions (CARIBE-EWS) dan Pasific Tsunami Warning and Mitigation System (ICG/PTWS).
BMKG bertanggung jawab untuk memberitahukan peringatan dini ancaman tsunami terhadap 25 negara anggota yang berada dalam kawasan Samudra Hindia.
Dalam kesempatan itu, Dwikorita mengatakan kepada negara-negara di dunia untuk dapat berbagi ilmu dalam upaya membangun sistem peringatan dini tsunami.
Sharing knowledge, lanjutnya, merupakan kunci untuk menguatkan sistem peringatan dini tsunami, termasuk tsunami berbasis non seismik.
Dikatakannya, kejadian tsunami non seismik semakin banyak terjadi. Maka, perlu dilakukan sharing pengetahuan lebih mendalam antara seluruh working group dari setiap kawasan sehingga pembangunan sistem peringatan dini tsunami berbasis non seismik dapat lebih diperkuat.
“Sistem peringatan dini tsunami pada komponen hulu jauh lebih kuat dibandingkan di hilir. Oleh karenanya, perlu untuk dilakukan upaya penguatan infrastruktur peringatan dini tsunami berbasis komunitas (Community-based Early Warning Infrastructure),” kata Dwikorita.
Ia menjelaskan bahwa sistem peringatan dini tsunami yang pada umumnya hanya untuk tsunami megathrust yang sebelumnya didahului oleh gempa bumi besar
Dimana Indonesia pernah mengalami dua kali tsunami yang bukan diawali dengan gempa bumi, yaitu pada tsunami Selat Sunda pada Desember 2018 dan tsunami Palu pada September 2018.
“Maka dari itu, ketidakmampuan sistem peringatan dini tsunami dalam memberikan informasi yang cepat terhadap tsunami yang dipicu aktivitas non seismik harus menjadi perhatian utama negara-negara di dunia,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Dwikorita juga mempromosikan 2nd UNESCO-IOC International Tsunami Symposium yang akan digelar di Banda Aceh pada November 2024 mendatang.
Kegiatan tersebut dalam rangka memperingati 2 decades Indian Ocean Tsunami 2004.