Samarinda, Satu Indonesia – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur menetapkan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) tahun anggaran 2023.
Kedua tersangka masing-masing berinisial AHK, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kaltim, serta ZZ, Kepala Pelaksana Sekretariat DBON Kaltim.
Keduanya ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Samarinda (Rutan Sempaja) untuk masa penahanan awal selama 20 hari ke depan.
Dalam keterangannya, Kamis (18/09/2025), Pelaksana Tugas Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Kaltim, Juli Hartono, menjelaskan, kasus ini berawal dari pemberian dan pengeluaran dana hibah DBON tahun 2023 sebesar Rp 100 miliar.
Menurutnya, penyidik menemukan adanya penyimpangan serius dalam mekanisme penyaluran dana hibah tersebut.
Proses pencairan dan pengeluaran dana hibah itu tidak mengikuti aturan yang seharusnya, baik dari segi tata kelola keuangan negara maupun mekanisme pengelolaan hibah daerah.
“Perkara dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian dan pengeluaran dana hibah DBON tahun 2023 senilai Rp 100.000.000.000 tidak melalui mekanisme sebagaimana ketentuan peraturan pemerintah. Baik dari segi tata kelola keuangan negara maupun tata kelola pengeluaran dana hibah itu sendiri,” kata Juli.
Dugaan pelanggaran ini meliputi penyaluran dana kepada pihak tak berhak, pencairan tanpa dokumen legal memadai, hingga pertanggungjawaban yang tidak lengkap.
Dari hasil penyidikan, Juli menyebutkan bahwa kedua pejabat memiliki peran berbeda. ZZ selaku Kepala Sekretariat DBON bertindak sebagai penerima hibah dalam naskah perjanjian hibah daerah, sementara AHK selaku Kadispora berperan sebagai pemberi sekaligus pihak yang menandatangani pencairan dana hibah tersebut.
Meski nilai kerugian negara masih menunggu hasil audit resmi, penyidik memperkirakan angka sementara mencapai Rp10 miliar.
Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut sekaligus mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Kedua tersangka pun dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan.
Ancaman pidana dalam pasal tersebut sangat berat, mulai dari minimal 4 tahun hingga maksimal seumur hidup.
Kejati Kaltim menegaskan bahwa penyidikan akan terus berlanjut. Selain memeriksa saksi tambahan, penyidik juga membuka peluang adanya tersangka baru jika ditemukan bukti keterlibatan pihak lain.