Jakarta, Satu Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memimpin langsung konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember 2024 di Jakarta pada Rabu (11/12/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp401,8 triliun atau 1,81 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per November 2024.
“Sampai akhir November, defisit APBN mencapai Rp401,8 triliun. Dalam APBN 2024, total defisit anggaran adalah Rp522,8 triliun. Jadi, defisit Rp401,8 triliun masih di bawah target UU APBN. Maka, disebutkan ini 76,8 persen dari defisit yang ada di dalam UU APBN 2024,” kata Menkeu, dilihat dari YouTube Kemenkeu RI, Kamis (12/12/2024).
Belanja negara, katanya, tercatat sebesar Rp2.894,5 triliun atau 87 persen dari pagu Rp3.325,1 triliun, tumbuh 15,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Sementara pendapatan negara tercatat sebesar Rp2.492,7 triliun atau 89 persen dari target Rp2.802,3 triliun, tumbuh 1,3 persen yoy. Sehingga pendapatan negara mengalami tekanan yang luar biasa besar sampai Juli-Agustus.
“Pajak dan bea cukai sejak tahun lalu tekanannya luar biasa, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan positif (pendapatan) ini adalah turn around yang kita harap terus berlanjut,” tambah Sri Mulyani.
Menkeu lantas merincikan realisasi belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat (BPP) adalah sebesar Rp2.098,6 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp795,8 triliun. Sementara itu, realisasi BPP setara 85,1 persen dari target APBN Rp2.467,5 triliun, tumbuh 18,3 persen.
BPP terbagi menjadi belanja kementerian/lembaga (K/L) yang terealisasi sebesar Rp1.049,7 triliun atau 96,2 persen dari target Rp1.090,8 triliun (tumbuh 17,9 persen) dan belanja non-K/L terealisasi Rp1.048,9 triliun atau 76,2 persen dari target Rp1.376,7 triliun (tumbuh 18,6 persen).
Sedangkan realisasi TKD setara 92,8 persen dari target APBN Rp857,6 triliun, tumbuh sebesar 8,1 persen. Namun, penerimaan negara yang berasal dari perpajakan tercatat sebesar Rp1.946,7 triliun (setara 84,3 persen dari target Rp2.309,9 triliun, tumbuh 1,7 persen), terdiri dari penerimaan pajak Rp1.688,9 triliun (84,9 persen dari target Rp1.988,9 triliun, tumbuh 1,1 persen) dan kepabeanan dan cukai Rp257,7 triliun (80,3 persen dari target Rp321 triliun, tumbuh 5,2 persen).
Sementara, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terealisasi sebesar Rp552,4 triliun, setara 106,2 persen dari target Rp492 triliun, namun melambat 4 persen.
Meski, APBN mengalami defisit, keseimbangan primer masih tercatat surplus, yaitu sebesar Rp47,1 triliun.
Disamping itu, Menkeu juga mengingatkan soal ketidakpastian yang lain karena adanya situasi geopolitik global maupun adanya embargo terhadap eksport ship. Menurutnya, itu semua menyebabkan ketidakpastian.
Redaksi