satuindonesia.co.id, Nusantara – Kepala Adat Besar di Tanah Kutai melaksanakan Pembukaan Ritual Adat Kutai Kutai Pelas Benua di Rest Area, Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Minggu (20/10/2024).
Ritual yang difasilitasi oleh Otorita IKN berlangsung selama tiga hari mulai 19 hingga 21 Oktober 2024.
Sebelumnya juga telah dilaksanakan Ritual Adat Dayak dan Paser pada Sabtu (11/5/2024) di lokasi yang sama, dengan melibatkan 12 lembaga dan masyarakat adat. Hal ini, sebagai bentuk perwujudan restu dari leluhur untuk pembangunan IKN di tanah Kalimantan agar berjalan lancar dan aman.
“Bulan Mei (2024) yang lalu kita juga melakukan hal yang sama, yang dipelopori oleh masyakat dayak dan paser, hari ini masyarakat Kutai,” ujar Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimuddin.
Ritual Adat Kutai Pelas Benua secara bahasa “Pelas” maksudnya pembersihan, dan “Benua” adalah wilayah. Bila diartikan, yakni membersihkan wilayah IKN dari hal-hal buruk, agar dalam proses pembangunan dapat berjalan lancar, serta dihindarkan dari mara bahaya.
Seperti halnya yang disampaikan oleh Ketua Panitia Ritual Adat Pelas Benua, Sopyan dari Masyarakat Adat Kutai Puak Lampung, “Pelas Benua adalah bentuk pembersihan wilayah yang akan dibangun IKN agar tidak terjadi suatu hal yang mungkin saja akan menghambat, dengan adanya Pelas Benua kita harapkan pembangunan IKN bisa berjalan sukses dan lancar.”
“Ritual ini termasuk pengukuhan dari masyakat adat, dan kita sebagai pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya. Salah satu tujuannya adalah bagaimana warga lokal ini masih mampu melestarikan kearifan-kearifan lokal untuk diwariskan kepada kaum muda,” imbuh Alimuddin.
Dalam rangkaian acaranya, diisi penampilan permainan tradisional, tari-tarian tradisional, deklarasi 5 Puak (Sub Suku Kutai) terhadap dukungan pembangunan IKN, serta Ritual Adat Kutai. Terdapat 5 Puak Kutai di antaranya Puak Pantun sebagai Puak tertua, Puak kedang, Puak Lampung, Puak Pahu, dan Puak Melanti.
“Kita berharap masyarakat ini dengan senang hati masih mau melestarikan budaya-budaya lokal, kearifan-kearifan lokal, karena tentu itu akan menjadi modal kita juga dalam membangun Otoirita IKN,” jelas Deputi Alimuddin.
Tentunya soal budaya masyarakat lokal ini, menjadi atensi bagi mereka. Seperti yang disampaikan Sopyan, “Ini merupakan ritual yang paling tua diantara Puak-puak yang ada di Kutai yang dipimpin oleh Puak Pantun, jadi dikhawatirkan kalau tidak dilestarikan maka kebudayaan ini akan punah,”
(MH/HL)