satuindonesia.co.id, Jakarta – Rapat Paripurna DPD RI Ke-12, di Gedung Nusantara V Komplek Parlemen Senayan, Jumat (12/7/2024) diwarnai hujan instruksi.
Intruksi para Senator ini lantaran menolak laporan tim kerja (Timja) pengesahan tata tertib (Tatib) calon pimpinan DPD pada periode 2024-2029.
Paripurna yang berujung ricuh ini bermula Ketua DPD RI Lanyalla Mahmud Mattalitti membacakan laporan hasil tim kerja untuk calon pimpinan DPD periode yang akan datang.
Akibatnya, sebagian besar peserta rapat paripurna tidak menyetujui dengan hasil tim kerja yang disahkan dalam rapat paripurna DPD.
Senator asal Papua Barat, Filep Wamafma mengatakan, hasil Tim Kerja ini tidak sah. Ia berpendapat bahwa Timja ini ada kepentingan tertentu.
“Perubahan Tatib ini melalui Panitia Khusus (Pansus). Tapi, Pansus ini dianggap gagal oleh Pimpinan DPD saat ini (khususnya Ketua dan Wakil Ketua Nono Sampono),” ujarnya, dilansir RRI.
Keduanya, sebut dia, membuat Tim Kerja (Timja) yang sebetulnya dalam Tatib DPD tidak memiliki kewenangan untuk merubah isi Tatib (hanya Pansus yang bisa).
“Hasil Timja ini sangat melanggar konstitusi DPD RI, sebab ada beberapa ayat atau pasal baru yang hendak dimasukkan di dalamnya,” tambah Filep.
Dia mengungkapkan keputusan itu untuk membatasi hak beberapa orang untuk maju sebagai Calon Pimpinan DPD.
“Misalnya termaktub dalam Pasal 91, yang menyatakan bahwa Calon Pimpinan DPD tidak pernah disanksi etik oleh Badan Kehormatan,” sambungnya.
Filep menilai, aturan ini dianggap menghilangkan hak untuk menjadi calon pimpinan. Sebab pemilihan DPD itu untuk periode ke depan.
“Sehingga sanksi-sanksi yang ada pada periode ini seharunya tidak berlaku lagi, sebab semua anggota itu baru semua, bukan produk masa lalu,” ucapnya.
Lanjut dia menambahkan, Tatib ini sedang mengalami perubahan, khususnya dalam mengakomodasi dinamika perubahan di DPD. Termasuk penambahan wilayah Papua menjadi 6 Provinsi.
Sementara, Pimpinan Pansus DPD RI Hasan Basri menilai, pembahasan tatib calon pimpinan DPD RI di Rapat Paripurna sebuah pelanggaran. “Dimana kita ketahui bersama bahwa sidang rapur yang lalu hasil tatib itu tidak di sahkan,” ucapnya.
“Karena hal ini juga semalem tidak dibahas masalah itu, kalau ternyata di agendakan hari ini berarti ada pelanggaran pasal tentang agenda pada sidang paripurna,” ucapnya.
Kedua, tegas dia, proses sidang pembentukan tatib itu DPD sesuai dengan pasal 318 dan 319. Diusulkan oleh alat kelengkapan 30 persen dari seluruh anggota DPD.
“Tetapi kalau ada proses di luar itu misalnya membentuk tim kerja maka bertentangan dengan kedua pasal itu,” imbuhnya.
Redaksi