satuindonesia.co.id, Balikpapan – Rangkaian agenda dari kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APEKSI XVII di Kota Balikpapan terus berlanjut.
Salah satunya agenda Pokja Perubahan Iklim menggelar Knowledge Management Forum (KMF), yang dilaksanakan selama dua hari, 3 dan 4 Juni 2024.
Disamping itu, kegiatan ini juga dirangkai dengan Water Management Forum (WMF) yang diikuti oleh Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI) dengan mengusung tema “Optimalisasi Penataan Ruang, Pengelolaan Air dan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim untuk Pengendalian Bencana Hidrometeorologi”.
Pada hari pertama kegiatan dilaksanakan di aula Balai Kota Balikpapan. Sementara untuk hari kedua, dilaksanakan kunjungan ke Mangrove Graha Indah & Kampung Iklim Batu Ampar dan Bendungan Sepaku Semoi & Intake Sepaku – IKN.
Pokja Perubahan Iklim ini salah satu kelompok kerja dalam perkumpulan pemerintah kota seluruh indonesia yang khusus mendiskusikan tentang isu perubahan iklim.
Pelaksanaan KMF dan WMF mendiskusikan terkait Optimalisasi Penataan Ruang, Pengelolaan Air dan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim Untuk Pengendalian Bencana Hidrometeorologi.
Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas’ud hadir menyambut para peserta forum diskusi. Kegiatan ini juga dihadiri Direktur Eksekutif APEKSI Alwis Rustam.
Kegiatan tersebut diisi dengan diskusi yang dilaksanakan oleh beberapa kelompok yang telah dibagi. Rahmad mengatakan, forum ini diharapkan dapat memberi masukan gagasan strategis untuk kemajuan bersama bagi kota-kota se-Indonesia.
“Saya harap diskusi ini mendatangkan manfaat dan kolaborasi juga sinergi. Karena saya yakin dari satu daerah dengan yang lainnya pasti memiliki beragam informasi. Dengan perbedaan masalah itu akan bisa kita satukan menjadi ide gagasan lagi permasalahan kita,” ungkapnya.
Perubahan iklim, terkait lingkungan, menurutnya menjadi hal yang terpenting di kota Balikpapan. Pemerintah kota Balikpapan sangat peduli, bahwa ini menjadi program strategis menuju tata kota berbasis lingkungan.
“Memelihara hutan maupun lingkungan masuk juga mangrove yang ada di pesisir Kota Balikpapan. Apalagi Balikpapan kotanya lewati kecil, hanya sekitar 52.000 hektar saja. Diapit beberapa daerah penghasil tambang,” bebernya.
Kota Balikpapan yang dikenal dengan kota minyak, lanjut Rahmad, sebenarnya bukanlah foto penghasil minyak. Padahal Balikpapan tidak memiliki sumber minyak maupun melakukan eksplorasi tambang.
“Walaupun 65% karena kami mengandung batubara. Tapi jejak para pendiri kami telah membuat komitmen tidak boleh ada penambangan apapun di kota Balikpapan,” ungkapnya.
Dengan begitu, lanjutnya, Balikpapan dari 10 kabupaten/kota Kalimantan Timur, bahkan ke Indonesia, jadi salah satu kota yang terbersih.
“Termasuk kinerja dan gagasan kita tentu melihat aspek lingkungan tersebut. Ini adalah upaya menjaga daerah. Termasuk dengan memelihara lingkungan. Karena kalau bukan kita yang pelihara siapa lagi,” sebut Rahmat.
Dirinya juga berharap, kota Balikpapan kedepannya menjadi teras Ibu Kota Nusantara (IKN) memiliki peranan strategis.
Sementara Alwis Rustam merespon baik forum ini yang menjadi salah satu dari belasan rangkaian acara Rakernas APEKSI XVII di Balikpapan. Kegiatan juga dihadiri sejumlah narasumber antara lain dari World Bank.
“Apa pun isu global saat ini, baik perubahan iklim maupun pandemi atau kebencanaan, biasa pemerintah kota menjadi fokus utama warga,” ujarnya.
Dalam hal ini Pemerintah Kota dianggap paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi di suatu daerah. Misalnya persoalan kesehatan, di mana warga akan langsung protes kepada pemerintah kota.
“Termasuk juga persoalan infrastruktur seperti jalan negara dan provinsi yang bermasalah, maka pemerintah kota akan menjadi sasaran keluhan warga,” tambah Alwis Rustam.
Menurutnya, isu global tersebut memberikan dampak secara lokal. Maka pembahasan kita sangat strategis. Karena ada regulator dari dinas terkait dan operator dari BUMD dalam hal ini PDAM. Jadi forum ini sangat penting.
“Ini dapat jadi awal mempertemukan seluruh BUMD. Karena ini bisa mengkoordinir banyak sekali persoalan. Maka saya harap kegiatan ini terus berlanjut,” tukasnya.
Menurut hasil diskusi, dihasilkan beberapa rekomendasi. Diantaranya, restrukturisasi regulasi dan kebijakan yang terintegrasi hulu-hilir terkait upaya adaptasi perubahan iklim.
Terutama ke dalam seluruh dokumen dan menjadi prioritas perencanaan pembangunan baik pusat hingga ke daerah.
Kedua meningkatkan keterlibatan serta kompetensi masyarakat dan memasukkan isu perubahan iklim ke dalam kurikulum pendidikan. Juga perlu dilakukan penguatan kolaborasi dan kerjasama antar pemerintah dan antar daerah.
Selanjutnya penting untuk membuka informasi dan peluang pendanaan iklim yang bersumber bukan hanya dari APBN dan APBD, termasuk mendorong kontribusi swasta. Serta penetapan kebijakan mandatory spending untuk belanja APBN dan APBD dalam hal perubahan iklim dan peningkatan layana air minum.
Dan untuk informasi, rekomendasi tersebut telah disampaikan Pokja Perubahan Iklim kepada perwakilan Kementerian PUPR, Kementerian Agraria dan Tata Ruang / BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta BNPB.(ADV/PTMB)
(MH/HL)