satuindonesia.co.id, Jakarta – Persidangan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan agenda pembacaan dakwaan terdakwa mantan Hakim Agung Gazalba Saleh digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/5/2024).
Saat membacakan surat dakwaan, Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap modus upaya menyamarkan hasil tindak pidana gratifikasi mantan Hakim Agung Gazalba Saleh.
Hakim Agung non aktif ini menggunakan identitas dosen dan kartu tanda penduduk (KTP) milik orang lain guna melakukan tindak pidana pencucian uang.
“Terdakwa membelanjakan, membayarkan, atau menukarkan mata uang sebagai harta kekayaan tersebut atas nama pihak-pihak lain seolah-olah berasal dari hasil yang sah,” kata jaksa KPK, mengutip Antara, Selasa (7/5/2024).
Saat membeli satu unit kendaraan Toyota New Alphard 2.5 G A/T senilai Rp1,08 miliar pada Maret 2020 dengan nama Edy Ilham Sholeh selaku kakak kandung terdakwa.
Kemudian, Gazalba juga membeli sebidang tanah atau bangunan di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, senilai Rp5,38 miliar pada Mei 2020 dan logam mulia Rp508,48 juta pada Agustus 2020.
Pembelian itu, bersumber dari uang asing yang ditukar Gazalba di tempat penukaran uang senilai Rp6,33 miliar.
Penukaran uang asing itu, disebutkan Jaksa KPK, dilakukan terdakwa menggunakan identitas KTP atas nama Gazalba Saleh dengan profesi yang tertulis pada identitas tersebut adalah dosen.
“Untuk menyamarkan transaksi, Gazalba memecah pembayaran pembelian rumah kepada penjual dan melaporkan nilai jual belinya hanya Rp3,7 miliar, serta tidak melaporkan pembelian logam mulia ke dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN),” ungkap Jaksa KPK.
Lebih lanjut, jaksa menguraikan bahwa, Gazalba turut membeli sebidang tanah atau bangunan di Kelurahan Tanjungrasa, Kabupaten Bogor, senilai Rp2,05 miliar pada Juni 2021 dengan melakukan pemecahan pembayaran untuk menyamarkan transaksi.
Pada Desember 2021, jaksa menyebut Gazalba membeli tanah atau bangunan di Citra Grand Cibubur, Kota Bekasi, senilai Rp7,71 miliar.
“Untuk menyamarkan transaksi tersebut, terdakwa hanya melaporkan pembelian sebesar Rp3,53 miliar dan melakukan pemecahan pembayaran,” terangnya.
Sementara itu, tambahnya, saat membayarkan pelunasan kredit pemilikan rumah di Sedayu City @Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur, senilai Rp3,89 miliar pada 2019.
“Gazalba melakukan pembayaran dengan menggunakan nama Fify Mulyani selaku teman dekat terdakwa,” beber jaksa KPK.
Saat kembali menukarkan uang asing pada Agustus 2021, sambung jaksa, Gazalba menggunakan KTP atas nama Ikhsan AR SP selaku asisten pribadi terdakwa. Uang itu, ditukar menjadi mata uang rupiah senilai Rp3,96 miliar.
Gazalba didakwa menerima gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (sekitar Rp200 juta) dan penerimaan lain berupa 1,128 juta dolar Singapura (sekitar Rp13,37 miliar), 181.100 dolar AS (sekitar Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020 hingga 2022.
Dakwaan gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba senilai Rp200 juta terkait pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum soal pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
Jawahirul Fuad, sebut jaksa, meminta divonis bebas dalam perkara pengelolaan limbah B3 tanpa izin yang sebelumnya divonis bersalah dengan hukuman 1 tahun penjara..
Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Putusan Nomor 485/PID.SUS-LH/2021/PTSBY tanggal 10 Juni 2021.
Jawahirul lantas mengajukan kasasi dengan nomor perkara yang teregister 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan menghubungi Gazalba melalui pengacara bernama Ahmad Riyad.
Atas pengurusan perkara itu, Gazalba menerima bagian sebesar SGD 18.000 atau sekitar Rp 200.000.000 atau kurs saat ini senilai Rp 213.321.600. Sementara itu, Ahmad Riyad menerima bagian senilai Rp 450 juta.
Prasetio Nugroho selaku Asisten Hakim Agung, disebut, diminta Gazalba untuk membuat resume perkara Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022 agar dikabulkan.
Putusan bebas perkara kasasi Jawahirul itu dibacakan pada 6 September 2022, “Dengan amar putusan mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II Jawahirul Fuad yang pada pokoknya Jawahirul Fuad dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti,”, ucap jaksa.
Atas perbuatannya itu, Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total senilai Rp25,9 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Atas dakwaan gratifikasi, Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Redaksi