Jumat, Oktober 4, 2024
No menu items!
spot_img

Tok!, MK Nyatakan Pemohon Tidak Memiliki kedudukan Hukum Uji Batas Usia Capres-Cawapres

satuindonesia.co.id, Jakarta – Pengujian materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana telah dimaknai MK pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam sidang pengucapan putusan pada Selasa (16/1/2024) di Ruang Sidang Pleno MK memutuskan tidak dapat menerima. “Mengadili: Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 147/PUU-XXI/2023, mengutip laman Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah, dalam pertimbangan hukum yang disampaikan Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, Pemohon tidak menguraikan atau menjelaskan kaitan antara profesi Pemohon sebagai advokat dan statusnya sebagai pembayar pajak dengan norma yang dimohonkan pengujian serta dengan potensi kerugian konstitusional yang diakibatkan berlakunya norma yang dimohonkan pengujian tersebut.

Dengan kata lain, Mahkamah tidak menemukan uraian Pemohon adalah pemilih atau warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dalam Pemilu 2024.

Pemohon Tak Memiliki Kedudukan Hukum

Saldi melanjutkan, Pemohon tidak menjelaskan keinginannya untuk mencalonkan atau dicalonkan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.

Di samping itu, Mahkamah juga tidak menemukan adanya bukti Pemohon mengalami kerugian atau potensi kerugian atas hak konstitusional yang dimiliki dengan berlakunya norma yang dimohonkan pengujian, sehingga menurut Mahkamah tidak terdapat hubungan sebab akibat (causal verband) antara norma yang diujikan dengan kerugian hak konstitusional sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 51 Undang-Undang tentang MK serta Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005, Putusan MK Nomor 11/PUU-V/2007, dan putusan-putusan setelahnya.

Padahal, norma yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon adalah norma mengenai syarat usia minimal calon presiden atau calon wakil presiden, yang merupakan salah satu norma inti pemilihan presiden dan wakil presiden. Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Mahkamah menilai Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.

“Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo akan tetapi Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon, maka Mahkamah tidak akan mempertimbangkan pokok permohonan,” kata Saldi.

Informasi tambahan, MK menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan atas permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana telah dimaknai Mahkamah Konstitusi (MK) pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada Rabu (29/11/2023). Permohonan tersebut terdaftar dalam Perkara Nomor 147/PUU-XXI/2023 yang diajukan seorang advokat bernama Marion.

Marion (Pemohon) mengatakan, Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai MK pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebab, konstitusi tidak menyebutkan usia tertentu sebagai persyaratan menjadi calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres).

“Bahwa keberadaan atau eksistensi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah cacat secara yuridis konstitusional pada saat pembentukan atau perumusannya,” ujar Marion dalam persidangan.

Namun, kata dia, semestinya batas usia minimal menjadi capres/cawapres ialah 30 tahun, bukan 40 tahun. Rumusan normatif legal formal usia 30 tahun tersebut ialah secara yuridis konstitusional pernah diatur dan dituangkan dalam dua konstitusi.

Dua konstitusi dimaksud yaitu Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 Pasal 69 Ayat (3), dan Periode Konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 Pasal 45 Ayat (5). Meskipun keduanya dinyatakan tidak diberlakukan dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden Republik Indonesia Ir Soekarno tentang Kembali Kepada UUD 1945 pada 5 Juli 1959.

Marion berpendapat, syarat usia minimal 40 tahun untuk menjadi capres/cawapres dapat menimbulkan kerugian konstitusional karena setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Kemudian apabila akan dilakukan koreksi terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai MK pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, maka secara yuridis konstitusional harus pula dikoreksi oleh MK sendiri tanpa diintervensi oleh orang atau pihak lain yang tidak berwenang.

Oleh karena itu, dalam petitum, Marion meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu adalah tidak jelas dasar hukum dasar tertulis saat pembentukannya yang mana menabrak landasan yuridis konstitusional sebagaimana mestinya. Kemudian menyatakan Pasal 169 huruf q tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, serta menyatakan pula amar Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Oktober 2023 adalah bersifat yuridis konstitusional dan mempunyai kekuatan hukum yang final dan mengikat.

Redaksi

TERPOPULER

TERKINI

Nusantara TNI Fun Run, Bangun Semangat Kebersamaan dan Kesehatan Momen HUT Ke-79 TNI di IKN

satuindonesia.co.id, Nusantara - Ibu Kota Nusantara (IKN) bakal menjadi tuan rumah acara olahraga "Nusantara TNI Fun Run 2024," pada Minggu (6/10/2024).Kegiatan ini bertujuan untuk...
- Advertisment -spot_img